Monday, April 24, 2006
Film Bintang Kedjora
Insomania itu datang lagi. Tapi yang ini memang salahku sendiri (dan sedikit pengaruh obat yang diminum). Habis maghrib rasanya ngantuk banget, dan tidur lumayan pulas. Sambil selimutan. Dan bangun lumayan cepat. Hanya satu jam. Terhuyung diri ini menyangka bahwa malam beranjak tua, sementara aku belum isya. Tapi begitu lihat jam di dinding...waaaaaa... kok baru jam 8 kurang.
Memang gak baik tidur sore-sore. Ga banyak yang dilakukan. Kecuali berusaha untuk mengais mimpi menjemput hari. Tapia apa daya mata ini susah diajak tibra. Solusi baca sambil tiduran tidak lagi mempan. Hemmmm just crossed in my mind... what if I turn the tv on. And swich the channel to one specific tv broadcast which often aire Indonesian Movie on midnite?
Apa lagi kalau bukan LATIVI. Layar Tancepnya yang berisikan film-film dodol 90-an sudah masuk fase re-run berkali-kali. Tapi mana tahu keberuntungan menjemput seperti ketika tanpa sengaja aku melihat film GAIRAH PERTAMA Enni Beatrice yang sangat 80-an itu.
Dan Lativi memberikan keberuntungan itu. TV menyala dan memperlihatkan wajah Rudy Salam yang masiiih mudaaaa dan ganteng..... lalu ada wajah tante-tante udud, yup itu RUTH PELUPESSY yang pada tahun 70-an sebagai Cori deBusse pernah mati karena kolera dalam film SALAH ASOEHAN.
Hemm paduan Rudy dan Tante Ruth itu serasa hapal di kepala. Dan ternyata ada satu perempuan lagi yang terikat, dan jadi tokoh utama, dan kemudian diperkokos sama Om Rudy, dan para begundalnya, dan kemudian perempuan itu hamil padahal suaminya lagi pergi berbulan-bulan dines apa gitu di luar negeri, bikin perempuan itu cemas takut dan akhirnya memilih mati meski sama emban Marlia Hardi sudah dibujuk bahwa Barry Prima yang suaminya itu pasti akan mengerti. (Pssst, Marlia HArdi yang begitu bijak dalam setiap perannya ternyata meninggal menggantung diri karena terlibat masalah arisan call )
Wait..wait.. Barry Prima? Tak salah lagi perempuan mati itu pasti berikutnya akan menjadi... apalagi kalau bukan SUNDEL BOLONG. Hehehe nice job SUZANNA.
Dan seperti biasa dalam setiap film horrornya akan selalu ada duo dinamik Dorman Borisman dan Haji Bokir. Kali ini kedua orang kocak ini menjadi TUKANG BECAK.
Deuhh.. Dorman Borisman sekih banget kostumnya. Kaos ketat dan hot pant minim dengan sepatu kets dan kaos kaki panjang. Mirip kostum Sarah Azahari ...
Oke .. ternyata saya sudah liat film itu berpuluh-puluh kali (hiperbolis). So dengan merasa tidak bersalah, saya pencet-pencet remote, mencoba mencari tontonan yang lebih refreshing daripada sekedar sundel bolong.
Hmmm, sebagian stasiun sudah tutup, sebagian lagi main bola (huekkk), sebagian lagi film barat kelas U (alias udik), dan TV7 akhirnya menjadi tempat persinggahan terakhir.
Yo Oloh, dalam waktu bersamaan diputer 2 film 80-an. Sudah jelas aku memilih yang TV7 sebab termasuk jarang-jarang diputer di TV, dan secara masih keitung aktuil bila dihubungkan dengan blog 80an yang kondang itu.
Film yang aku lihat ini, masih satu rumah produksi sama film Kejarlah Daku Kau Kutangkap, punyaan Budiati Abiyoga yaitu PT Prasidi Teta Film. Skenarionya sama-sama bikinan Asrul Sani. Dan salah satu pemerannya ada bang Markum itu yang lagi diperbincangkan di blog. Ikranegara !
BINTANG KEJORA, kalau tidak salah film komedi sitcom berikutnya setelah KDKJ yang pernah saya tonton. Beda sama KDKJ yang ngepop, BK lebih sedikit bikin kening berkerut. Keningku terutama. Dulu masih ga paham dan ga ngerti, apa maksud film ini meski tetep saja merasa terhibur dengan komedinya. Lalu aku pun dibingungkan juga oleh setting waktu dan lokasi yang keliatannya entah berantah itu.
Kebingungan yang sama juga saya alami setelah nonton Banyu Biru bersama Mas Sigit setahun yang lalu. Tapi yang ini sih kayak finding neverland, tapi ga ktemu-ktemu. Coz ga ktemu lucunya dan sempet-sempetnya ketiduran di dalam bioskop pula.
Kembali ke soal BINTANG KEDJORA...
Film ini berkisah tentang keluarga PaK Rusdi (drs. Poernomo, aka Mang Udel, aka Pak Broto dalam Losmen), dan ketiga anaknya Dahlia (Rini S. Bonbon, eh Bono), Subrat (Ikranegara) dan Sopan (Roni M. Toha) di sebuah desa yang keliatannya sih di Jawa (keliatan dari bentuk rumahnya) ketika musim kemarau membuat keluarga itu mudah uring-uringan dan gampang jadi pemarah.
Karakter lainnya adalah seorang encim Neti Herawati (ini nama pemerannya) dengan cucu perempuannya yang masih cilik, (Sui Ha) dan seorang engkong Paul Poli’I (ini juga nama aslinya) beranak Ling Ling yang ditaksir sama si Sopan.
Pak Rusdi was-was karena Dahlia belum juga dapat jodoh. Ga ada lelaki yang mau sama dia karena penampilan dan sikap dia yang cenderung kasar dan kayak lelaki. Tapi Subrat seneng-seneng saja kakaknya ga dandan kayak si LingLing, sebab berarti ga ada pengeluaran buat bedak atau gincu. Sementara Sopan sama was-wasnya dengan pak Rusdi tapi buat alasan yang beda. Dia kebelet kawin sama Ling Ling tapi bapaknya ga ngijinin sebelum kak Dahlia bersuami.
Adegan dan dialognya asik, seru dan tanpa slapstick.
Tanpa sepengetahuan Dahlia, Pak Rusdi menyuruh anak-anaknya mengundang Mas Kendro (Ami Priyono), duda setengah baya yang penyuluh pertanian (cie.. penyuluhan ni yee.. serasa banget 80-annya!). Hihihi, dialog waktu membicarakannya lucu. Pak Rusdi menyuruh mengundang makan, tapi kalau ngundang makan, berarti makanannya harus istimewa. Ini yang ditentang Sobrat yang sangat strict dengan pengeluarannya. Akhirnya jalan tengah dari Sobrat adalah, mengundang mas Kendro ke rumah untuk bicara-bicara.
Acara mengundang den Kendro ternyata gak sukses. Si Mas Penyuluh itu sadar dia mau diumpankan sama perawan tua yang gak laku. Dia tolak mentah-mentah malahan sempet rada berantem sama Sopan yang merasa si Mas kendro berlaku tidak sopan.
Dahlia yang tahu bahwa dirinya mau dijodohin marah dan tersinggung. Bukan karena Mas Kendro duda, atau setengan baya. Tapi dia bilang pembantu2nya saja pada ga betah karena suka dicuekin. Ga pernah disuruh ini itu, ga pernah ditanya ini itu, pokoknya ga ada komunikasi. Pak Penyuluh sukanya ngobrol sama tanaman doang. Jadi kebayang dong terhinanya. Apalagi setelah tahu si Sopan matanya rada2 biru.
Pada saat rame-rame inilah muncul tokoh karakter yang menjadi judul film ini, Bintang Kejora.
Bintang Kejora ternyata pedagang keliling yang spesialis menjual hujan (nah lho). Promosinya, dia bisa menurunkan hujan dalam seminggu. Di tengah hiruk pikuk keluarga yang berantem itu dia muncul dengan kepribadian yang menarik, dan kemampuan menjualnya yang luar biasa. Sobrat yang tahu bahwa orang itu pun tak lebih sekedar penipu dibuat tak berdaya karena pak Rusdi ternyata memutuskan untuk meneken perjanjian sama si Bintang untuk menurunkan hujan. Nilainya untuk masa itu, di kampong pula lumayan besar. 50 rebu perak, (sedangkan harga karcis bioskop masih 250 perak dan sebotol sirup 150 perak).
Isi kontrak:
Dulu aku merasa tokoh si Bintang itu kurang ajar banget. Datang tak diundang, ehh malah memporakporandakan tatanan yang sudah ada. Sementara Pak Rusdi juga bego saja mau dikadalin sama Bintang, dan berseberangan dengan anak-anaknya.
Belakangan barulah ketahuan bahwa begitu cara pak Rusdi meningkatkan kualiteit keluarganya. Dia sebenarnya tahu si BIntang itu ga bisa nurunin hujan, tapi keberadaan bintang dengan syarat-syarat konyolnya itu dilihatnya sebagai cara untuk mengganti pertengkaran dan menggantinya dengan senyuman.
Yup, Bintang membuat rumah itu ceriah, dengan musik, lagu dan bunga-bunga. Prasyarat yang dia bin buat anak-anak pak Rusdi adalah symbol. Sobrat dibuatnya mau berdendang, dengan hati riang, karena konon sapi mau ditarik buntunya biar jalan mundur kalau dinyanyiin dulu. Terus si Sopan, membunyikan gendangnya dengan hati senang dan irama dangdud, tidak lagi dengan perasaan seperti sebuah kewajiban. Sementara Dahlia? Dia menjadi bunga rumah itu, dengan tumbuhnya self-esteem bahwa dirinya cantik seperti yang dibilang si Kejora.
Harusnya film itu selesai disini. Tapi Asrul Sani punya ending yang yahud...
Sobrat tambah gondok, karena pengeluaran lipat banyak. Dahlia jadi doyan dandan, dan minta anggaran kebutuhannya ditambah satu untuk perawatan salon. Hari itu juga dia cabut ke kota mau dandan habis-habisan.
Sobrat pun berencana mengadukan Bintang ke pak lurah dengan tuduhan tidak punya ijin usaha. Juga mengadukan ke polisi dengan dakwaan wan prestasi kalau hujan yang dijanjikan seminggu itu tidak turun, Dia pun kembali menghubungi Mas Kendro agar mau datang ke rumah berkenalan dengan kakaknya. Sambutan Mas Kendro berubah drastis. Sobrat ga tahu bahwa sebelum dia datang, Mas Kendro melihat Dahlia yang baru turun dari bis keliatan ayu tenan setelah dangdan habis-habisan di salon.
Bintang bukannya ga tahu dia bakal diserang Sobrat. Sebelum hari Sabtu dia sudah menghubungi pak Lurah yang berseragam putih dengan epolet birokrat, dan minta surat ijin usaha dari beliau. Pak Lurah keberatan, karena belum ada peraturan yang dibikin buat penjual hujan. Paniklah doi. Dan dia pun kabur.
Hari Sabtu adalah puncak menuju ending film ini.
Engkong bapaknya LingLing datang dan marah-marah nuduh Sopan bikin anaknya kabur ke Jakarta pengen jadi artis. Neneknya Sui Ha membela dan mereka berantem pake bahasa Cina. Pak Rusdi yang ngedengerin santai saja ngomentarin agar mereka kawin. Sobrat kemudian datang dan nyari-nyari surat perjanjian yang mau digunakan buat menuntut BIntang ke polisi. Ternyata pak Rusdi sudahmerobek-robek surat perjanjian itu. Sobrat ngedumel dan bilang dia rugi 25 rebu buat DP. Tapi Dahlia yang sekarang cantik terus dan ga jutek lagi mengganti duit yang 25 rebu itu dan langsung dimasukin ke kantong baju.
Lagi seru-serunya ngumpul itulah.... Hujan turuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuun.....!
Semua senang, semua riang. Si engkong dan encim yang suka berantem itu menari-menari di bawah hujan. Dan kayaknya jadi deh bakal kawin. Bintang kemudian muncul juga dengan motor gedenya, dan berteriak..." Dahliaaaaa......" yang disambut dengan Dahlia yang berlari menerobos hujan dan langsung menclok di belakang. Motor pun melaju di tengah hujan sambil diiringi anak-anak yang berlari dan berteriak-teriak.
Oke, harusnya di sini tamat... tapi ternyata belum.
Mas Kendro yang diundang datang, muncul gagah dengan baju penganten tradisional lengkap dengan blangkon sambil membawa pot tanaman yang gede. Basah kuyup dia waktu bertanya", Ini ditaroh dimana?"
Si Sopan yang masih musuhan ketawa ngakak," Sudah telat.. rasain!"
Tinggallah Mas Kendro berdiri terpaku di tengah hujan masih memegang pot. Sesaat kemudian muncul tulisan :
SEKIAN
Film ini meski dah 20 tahun tapi isinya masih relevan. Salah satunya adalah waktu adegan Sopan dan Sobrat membicarakan Dahlia. Sopan bilang pingin Dahlia cepet dapat suami, karena si LingLing bilang kalau kelamaan ga dilamar juga, dia mau cabut ke Jakarta jadi bintang film. Dan dia ga janji bakal terus setia. Komentar Sobrat,
" Mana ada bintang film yang setia...."
Heheheh
Where Are They == cast of characterz"
Produser : RiadiAbiyoga
Memang gak baik tidur sore-sore. Ga banyak yang dilakukan. Kecuali berusaha untuk mengais mimpi menjemput hari. Tapia apa daya mata ini susah diajak tibra. Solusi baca sambil tiduran tidak lagi mempan. Hemmmm just crossed in my mind... what if I turn the tv on. And swich the channel to one specific tv broadcast which often aire Indonesian Movie on midnite?
Apa lagi kalau bukan LATIVI. Layar Tancepnya yang berisikan film-film dodol 90-an sudah masuk fase re-run berkali-kali. Tapi mana tahu keberuntungan menjemput seperti ketika tanpa sengaja aku melihat film GAIRAH PERTAMA Enni Beatrice yang sangat 80-an itu.
Dan Lativi memberikan keberuntungan itu. TV menyala dan memperlihatkan wajah Rudy Salam yang masiiih mudaaaa dan ganteng..... lalu ada wajah tante-tante udud, yup itu RUTH PELUPESSY yang pada tahun 70-an sebagai Cori deBusse pernah mati karena kolera dalam film SALAH ASOEHAN.
Hemm paduan Rudy dan Tante Ruth itu serasa hapal di kepala. Dan ternyata ada satu perempuan lagi yang terikat, dan jadi tokoh utama, dan kemudian diperkokos sama Om Rudy, dan para begundalnya, dan kemudian perempuan itu hamil padahal suaminya lagi pergi berbulan-bulan dines apa gitu di luar negeri, bikin perempuan itu cemas takut dan akhirnya memilih mati meski sama emban Marlia Hardi sudah dibujuk bahwa Barry Prima yang suaminya itu pasti akan mengerti. (Pssst, Marlia HArdi yang begitu bijak dalam setiap perannya ternyata meninggal menggantung diri karena terlibat masalah arisan call )
Wait..wait.. Barry Prima? Tak salah lagi perempuan mati itu pasti berikutnya akan menjadi... apalagi kalau bukan SUNDEL BOLONG. Hehehe nice job SUZANNA.
Dan seperti biasa dalam setiap film horrornya akan selalu ada duo dinamik Dorman Borisman dan Haji Bokir. Kali ini kedua orang kocak ini menjadi TUKANG BECAK.
Deuhh.. Dorman Borisman sekih banget kostumnya. Kaos ketat dan hot pant minim dengan sepatu kets dan kaos kaki panjang. Mirip kostum Sarah Azahari ...
Oke .. ternyata saya sudah liat film itu berpuluh-puluh kali (hiperbolis). So dengan merasa tidak bersalah, saya pencet-pencet remote, mencoba mencari tontonan yang lebih refreshing daripada sekedar sundel bolong.
Hmmm, sebagian stasiun sudah tutup, sebagian lagi main bola (huekkk), sebagian lagi film barat kelas U (alias udik), dan TV7 akhirnya menjadi tempat persinggahan terakhir.
Yo Oloh, dalam waktu bersamaan diputer 2 film 80-an. Sudah jelas aku memilih yang TV7 sebab termasuk jarang-jarang diputer di TV, dan secara masih keitung aktuil bila dihubungkan dengan blog 80an yang kondang itu.
Film yang aku lihat ini, masih satu rumah produksi sama film Kejarlah Daku Kau Kutangkap, punyaan Budiati Abiyoga yaitu PT Prasidi Teta Film. Skenarionya sama-sama bikinan Asrul Sani. Dan salah satu pemerannya ada bang Markum itu yang lagi diperbincangkan di blog. Ikranegara !
BINTANG KEJORA, kalau tidak salah film komedi sitcom berikutnya setelah KDKJ yang pernah saya tonton. Beda sama KDKJ yang ngepop, BK lebih sedikit bikin kening berkerut. Keningku terutama. Dulu masih ga paham dan ga ngerti, apa maksud film ini meski tetep saja merasa terhibur dengan komedinya. Lalu aku pun dibingungkan juga oleh setting waktu dan lokasi yang keliatannya entah berantah itu.
Kebingungan yang sama juga saya alami setelah nonton Banyu Biru bersama Mas Sigit setahun yang lalu. Tapi yang ini sih kayak finding neverland, tapi ga ktemu-ktemu. Coz ga ktemu lucunya dan sempet-sempetnya ketiduran di dalam bioskop pula.
Kembali ke soal BINTANG KEDJORA...
Film ini berkisah tentang keluarga PaK Rusdi (drs. Poernomo, aka Mang Udel, aka Pak Broto dalam Losmen), dan ketiga anaknya Dahlia (Rini S. Bonbon, eh Bono), Subrat (Ikranegara) dan Sopan (Roni M. Toha) di sebuah desa yang keliatannya sih di Jawa (keliatan dari bentuk rumahnya) ketika musim kemarau membuat keluarga itu mudah uring-uringan dan gampang jadi pemarah.
Karakter lainnya adalah seorang encim Neti Herawati (ini nama pemerannya) dengan cucu perempuannya yang masih cilik, (Sui Ha) dan seorang engkong Paul Poli’I (ini juga nama aslinya) beranak Ling Ling yang ditaksir sama si Sopan.
Pak Rusdi was-was karena Dahlia belum juga dapat jodoh. Ga ada lelaki yang mau sama dia karena penampilan dan sikap dia yang cenderung kasar dan kayak lelaki. Tapi Subrat seneng-seneng saja kakaknya ga dandan kayak si LingLing, sebab berarti ga ada pengeluaran buat bedak atau gincu. Sementara Sopan sama was-wasnya dengan pak Rusdi tapi buat alasan yang beda. Dia kebelet kawin sama Ling Ling tapi bapaknya ga ngijinin sebelum kak Dahlia bersuami.
Adegan dan dialognya asik, seru dan tanpa slapstick.
Tanpa sepengetahuan Dahlia, Pak Rusdi menyuruh anak-anaknya mengundang Mas Kendro (Ami Priyono), duda setengah baya yang penyuluh pertanian (cie.. penyuluhan ni yee.. serasa banget 80-annya!). Hihihi, dialog waktu membicarakannya lucu. Pak Rusdi menyuruh mengundang makan, tapi kalau ngundang makan, berarti makanannya harus istimewa. Ini yang ditentang Sobrat yang sangat strict dengan pengeluarannya. Akhirnya jalan tengah dari Sobrat adalah, mengundang mas Kendro ke rumah untuk bicara-bicara.
Acara mengundang den Kendro ternyata gak sukses. Si Mas Penyuluh itu sadar dia mau diumpankan sama perawan tua yang gak laku. Dia tolak mentah-mentah malahan sempet rada berantem sama Sopan yang merasa si Mas kendro berlaku tidak sopan.
Dahlia yang tahu bahwa dirinya mau dijodohin marah dan tersinggung. Bukan karena Mas Kendro duda, atau setengan baya. Tapi dia bilang pembantu2nya saja pada ga betah karena suka dicuekin. Ga pernah disuruh ini itu, ga pernah ditanya ini itu, pokoknya ga ada komunikasi. Pak Penyuluh sukanya ngobrol sama tanaman doang. Jadi kebayang dong terhinanya. Apalagi setelah tahu si Sopan matanya rada2 biru.
Pada saat rame-rame inilah muncul tokoh karakter yang menjadi judul film ini, Bintang Kejora.
Bintang Kejora ternyata pedagang keliling yang spesialis menjual hujan (nah lho). Promosinya, dia bisa menurunkan hujan dalam seminggu. Di tengah hiruk pikuk keluarga yang berantem itu dia muncul dengan kepribadian yang menarik, dan kemampuan menjualnya yang luar biasa. Sobrat yang tahu bahwa orang itu pun tak lebih sekedar penipu dibuat tak berdaya karena pak Rusdi ternyata memutuskan untuk meneken perjanjian sama si Bintang untuk menurunkan hujan. Nilainya untuk masa itu, di kampong pula lumayan besar. 50 rebu perak, (sedangkan harga karcis bioskop masih 250 perak dan sebotol sirup 150 perak).
Isi kontrak:
- DP Rp. 25 ribu , sisanya dibayarkan seminggu pada saat hujan turun
- Anak-anak pak Rusdi harus turut aktif dan melakukan kewajiban-kewajiban sbb:
- Dahlia harus menanam bunga di dalam rumah
- Sobrat membikin garis putih lurus sepanjang 200 m di halaman dan harus membuat sapi kesayangannya berjalan mundur
- Sopan harus membunyikan gendang, sebagai bagian dari ritual minta hujan
Sementara pak Rusdi dan si Bintang malah bersantai-santai sambil ngupi-ngupi dan main catur Jawa.
Dulu aku merasa tokoh si Bintang itu kurang ajar banget. Datang tak diundang, ehh malah memporakporandakan tatanan yang sudah ada. Sementara Pak Rusdi juga bego saja mau dikadalin sama Bintang, dan berseberangan dengan anak-anaknya.
Belakangan barulah ketahuan bahwa begitu cara pak Rusdi meningkatkan kualiteit keluarganya. Dia sebenarnya tahu si BIntang itu ga bisa nurunin hujan, tapi keberadaan bintang dengan syarat-syarat konyolnya itu dilihatnya sebagai cara untuk mengganti pertengkaran dan menggantinya dengan senyuman.
Yup, Bintang membuat rumah itu ceriah, dengan musik, lagu dan bunga-bunga. Prasyarat yang dia bin buat anak-anak pak Rusdi adalah symbol. Sobrat dibuatnya mau berdendang, dengan hati riang, karena konon sapi mau ditarik buntunya biar jalan mundur kalau dinyanyiin dulu. Terus si Sopan, membunyikan gendangnya dengan hati senang dan irama dangdud, tidak lagi dengan perasaan seperti sebuah kewajiban. Sementara Dahlia? Dia menjadi bunga rumah itu, dengan tumbuhnya self-esteem bahwa dirinya cantik seperti yang dibilang si Kejora.
Harusnya film itu selesai disini. Tapi Asrul Sani punya ending yang yahud...
Sobrat tambah gondok, karena pengeluaran lipat banyak. Dahlia jadi doyan dandan, dan minta anggaran kebutuhannya ditambah satu untuk perawatan salon. Hari itu juga dia cabut ke kota mau dandan habis-habisan.
Sobrat pun berencana mengadukan Bintang ke pak lurah dengan tuduhan tidak punya ijin usaha. Juga mengadukan ke polisi dengan dakwaan wan prestasi kalau hujan yang dijanjikan seminggu itu tidak turun, Dia pun kembali menghubungi Mas Kendro agar mau datang ke rumah berkenalan dengan kakaknya. Sambutan Mas Kendro berubah drastis. Sobrat ga tahu bahwa sebelum dia datang, Mas Kendro melihat Dahlia yang baru turun dari bis keliatan ayu tenan setelah dangdan habis-habisan di salon.
Bintang bukannya ga tahu dia bakal diserang Sobrat. Sebelum hari Sabtu dia sudah menghubungi pak Lurah yang berseragam putih dengan epolet birokrat, dan minta surat ijin usaha dari beliau. Pak Lurah keberatan, karena belum ada peraturan yang dibikin buat penjual hujan. Paniklah doi. Dan dia pun kabur.
Hari Sabtu adalah puncak menuju ending film ini.
Engkong bapaknya LingLing datang dan marah-marah nuduh Sopan bikin anaknya kabur ke Jakarta pengen jadi artis. Neneknya Sui Ha membela dan mereka berantem pake bahasa Cina. Pak Rusdi yang ngedengerin santai saja ngomentarin agar mereka kawin. Sobrat kemudian datang dan nyari-nyari surat perjanjian yang mau digunakan buat menuntut BIntang ke polisi. Ternyata pak Rusdi sudahmerobek-robek surat perjanjian itu. Sobrat ngedumel dan bilang dia rugi 25 rebu buat DP. Tapi Dahlia yang sekarang cantik terus dan ga jutek lagi mengganti duit yang 25 rebu itu dan langsung dimasukin ke kantong baju.
Lagi seru-serunya ngumpul itulah.... Hujan turuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuun.....!
Semua senang, semua riang. Si engkong dan encim yang suka berantem itu menari-menari di bawah hujan. Dan kayaknya jadi deh bakal kawin. Bintang kemudian muncul juga dengan motor gedenya, dan berteriak..." Dahliaaaaa......" yang disambut dengan Dahlia yang berlari menerobos hujan dan langsung menclok di belakang. Motor pun melaju di tengah hujan sambil diiringi anak-anak yang berlari dan berteriak-teriak.
Oke, harusnya di sini tamat... tapi ternyata belum.
Mas Kendro yang diundang datang, muncul gagah dengan baju penganten tradisional lengkap dengan blangkon sambil membawa pot tanaman yang gede. Basah kuyup dia waktu bertanya", Ini ditaroh dimana?"
Si Sopan yang masih musuhan ketawa ngakak," Sudah telat.. rasain!"
Tinggallah Mas Kendro berdiri terpaku di tengah hujan masih memegang pot. Sesaat kemudian muncul tulisan :
SEKIAN
Film ini meski dah 20 tahun tapi isinya masih relevan. Salah satunya adalah waktu adegan Sopan dan Sobrat membicarakan Dahlia. Sopan bilang pingin Dahlia cepet dapat suami, karena si LingLing bilang kalau kelamaan ga dilamar juga, dia mau cabut ke Jakarta jadi bintang film. Dan dia ga janji bakal terus setia. Komentar Sobrat,
" Mana ada bintang film yang setia...."
Heheheh
Where Are They == cast of characterz"
- El Manik : masih tetep wara wiri di sinetron
- Rini S. Bonbon, eh Bono : putri aktor almarhum S. Bono dan adek aktres Debby Chintya Dewi ini ga pernah muncul lagi semenjak jadi nyonya Ricardo Gelael. Dan Ahmad Albar pun tetep menduda. Darah aktingnya nurun sama Fachri, anaknya.
- Ikranegara: di DC. Istrinya kan emang bule,
- Mang Udel : sudah almarhum
- Netty Herawati : sudah almarhum juga dari tahun 80an. Sering berpasangan suami istri dengan suamni benerannya (H. Darussalam). Pak Haji itu juga sudah meninggal dan pernah dapet piala Citra aktor pembantu dalam film Kodrat, arahan Slamet Rahardjo. Psstt.. film Kodrat ga kongruen sama sinetronnya. So jangan dibandingkan.
- Ami Priyono : aktor yang sutradara juga. Sudah meninggal. Kalau di sinetron dia jadi babenya si Sarah dalam si Doel Anak Sekolahan.
- Paul Poli’i : aselinya pelawak Srimulat. Sudah meninggal juga. Ciri khasnya adalah bila menyebutkan namanya... phooooll.., desahan bercampur abab. Reaksi lawan main, pasti menutup hidung atau muka karena ada muncratan
- Roni M. Thoha : kalau ga salah dulunya Teater Koma juga. Tapi dia lebih terkenal jadi ikon buat Matahari Department Store, sebagai Jhon Banting,. Lalu semenjak krismon, dia berubah jadi ikon sabun deterjen DAIA. Dandanannya sih tetep mirip. Badut2an dengan warna2 meriah.
Produser : Riadi